JALAN LAIN: PENDEKATAN METAFISIKA ISLAM
Selain melalui pendekatan ibadah dan ilmiah, lahirnya kesatuan Akal-Budi dan Kesadaran Diri yang tinggi bisa pula diupayakan melalui pendekatan metafisika Islam. Metafisika merupakan cabang ilmu yang dulu banyak digunakan untuk memahami berbagai fenomena kehidupan dan alam semesta. Istilah metafisika dimunculkan oleh filosof Yunani Aristoteles. Arti dasar dari metafisika adalah "mengikuti fisika" atau "setelah fisika" (ta meta ta physica).
Penjelajahan Aristoteles terhadap metafisika dimulai dengan menulis buku pertamanya Alpha Minor, di mana ia mencoba memahami kenyataan berdasarkan prinsip sebab-akibat. Ia <http://sebab-akibat.la/> mengatakan, rangkaian sebab-akibat di alam semesta pasti ada titik awal-nya. Ia <http://awal-nya.la/> haruslah menjadi sebab sejati. Aristoteles sampai menulis 14 buku tentang metafisika ini, termasuk Beta (buku ketiga), Gammna (buku keempat), Delta (buku kelima), Epsilan (buakna keenam), Theta (bnkic kesembilan), dan Kappa (buku kesebelas).
Kesimpulan yang menarik dari buku terakhir (buku keempatbelas) adalah, pencarian Aristoteles terhadap sebab sejati itu kembali kepada buku pertama: bahwa segala yang ada berasal dari sebab pertama, yaitu Tuhan Pencipta. Berkali-kali Aristoteles berbicara tentang nilai dan kedudukan tinggi Bab tentang Filsafat, yang membahas prinsip pertama dan sebab pertama (Metafisika Al Quran karya Doktor Filsafat Muhammad Husaini Beheshti).
Dalam Islam, jelas sebab pertama tersebut adalah Allah Yang Maha Esa. Pemikir Islam yang sangat menonjol di dalam ilmu metafisika dan ilmu pengetahuan adalah Ibnu Sina (930 - 1036 M). Dalam bukunya Al-Syifa, Ibnu Sina banyak membahas ilmu-ilmu alam dan metafisika, yang disusunnya hingga seri keenam. Berdasarkan kajian tentang metafisika oleh Aristoteles dan Ibnu Sina, Muhammad Husaini menyimpulkan bahwa masalah fundamental dari metafisika adalah mencari sumber dunia. Sedangkan segenap masalah lainnya bersikap sekunder.
Berdasarkan penelitian, pemahaman, pengamalan, dan pengalaman dan ilmu fisika maupun metafisika, manusia ternyata memiliki orbit/ putaran layaknya planet-planet yang ada di alam semesta. Hal ini merupakan manifestasi manusia sebagai khalifatullah di bumi, yang berperan sebagai wakil Allah SWT di bumi untuk mengatur, memelihara, dan memanfaatkan alam beserta segala isinya. Dengan perkataan lain, manusia adalah planet kecil, namun mampu menjadi "planet besar" karena diberi mandat oleh Allah untuk menguasai dan memanfaatkan planet-planet lainnya.
Bila planet-planet lainnya (Venus, Bumi, hingga Pluto) mengelilingi matahari melawan arah jarum jam (ke arah kiri) sambil berotasi umumnya juga ke arah kiri (kecuali Venus, Uranus, dan Pluto menurut ahli astronomi Calvin J. Hamilton), maka manusia memiliki dua orbit. Dua buah orbit itu adalah hasil dari kejadian manusia yang terdiri dari dua unsur. Ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya, Surat (15) Al Hijr ayat 28 dan 29:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berpesan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud."
Juga Surat Al Israa' ayat 85: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberikan pengetahuan melainkan sedikit."
Dengan demikian, dua unsur itu adalah Ruh KU yang Maha Suci dan Tanah (yang mengandung tanah, air, udara, dan api) sebagai manifestasi dari alam semesta. Ruh KU yang Maha Suci dan hanya Allah SWT yang Maha Tahu, sedangkan manusia dilarang membicarakan materinya. Namun setelah masuk ke dalam diri manusia terasa adanya energi pemberi hidup, yang ternyata memiliki orbit/putaran ke arah kanan dan posisinya di bagian atas diri manusia.
Sedangkan tanah sebagai manifestasi unsur alam menghasilkan energi berupa orbit/putaran ke arah kiri dan posisinya di bagian bawah manusia. Keberadaan energi pada setiap manusia ini sesuai dengan prinsip hukum fisika. Setiap benda di alam semesta, menurut ilmu fisika memiliki energi (Everything in our universe is nothing more than energy). Energi tersebut berbeda dari setiap benda, yang oleh Albert Einstein diukur dengan rumus E=m.c2 (E =energi sama dengan m=masa dikalikan dengan c2 = kecepatan pangkat dua). Semakin besar masa dan kecepatan bergerak dari sebuah benda, maka energi yang dihasilkannya akan semakin besar. Oleh karena faktor kecepatan lebih dominan pengaruhnya terhadap energi yang dihasilkan, maka setiap benda yang bergerak lebih cepat namun masanya kecil akan menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan benda dengan masa lebih besar namun bergerak lebih pelan.
Kedua orbit yang dimiliki manusia bertemu tegak lurus sebagai hakikat penopang kehidupan manusia, yang menunjukkan keterkaitan tanpa putus antara manusia dengan Sang Pencipta tetapi juga masih terikat dengan kehidupan dunia. Orbit atas yang berputar ke kanan adalah manifestasi dari hablumminAllah, sedangkan orbit bawah yang berputar ke arah kin sebagai manifestasi dari hablumminannas.
Untuk memperkuat temuan metafisika ini, perhatikan arah putaran ritual thawaf dalam ibadah haji/umroh. Thawaf dilakukan dengan mengelilingi Ka'bah ke arah kiri (bukan ke arah kanan dalam persepsi umum umat). Hal ini sebagai hakekat manusia yang pada dasarnya memiliki unsur tanah dan bagian dari alam semesta yang juga berputar ke kiri.
Tegaknya orbit manusia, khususnya orbit atas, sangat berpengaruh kepada manusia dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Oleh sebab itu, orbit setiap orang harus senantiasa dijaga tegak lurus secara kokoh dan seimbang sesuai dengan prinsip hablumminAllah dan hablumminannas. Dengan perkataan lain, manusia harus menjaga keseimbangan hidup dunia dan akhirat, keseimbangan antara amal dan ibadah sesuai tuntunan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Keseimbangan ini dapat dikendalikan di titik bertemunya orbit atas dan orbit bawah, pada titik yang dinamakan Akal-Budi. Setiap perbuatan, perilaku, ucapan, dan pemikiran di dunia harus dikembalikan kepada pertimbangan Akal-Budi, karena titik itu tersambung langsung dengan unsur Ruh yang selalu mengajak kepada kebaikan dan kebenaran menurut Islam (aturan transendental). Kebaikan dalam Islam selain untuk kemaslahatan manusia yang menjalankannya, juga kebaikan bagi umat manusia lainnya sekaligus sebagai ibadah terhadap Allah SWT.
Dengan memahami proses terjadinya manusia, orbit yang dimilikinya, dan manifestasinya di dalam kehidupan sehari-hari, maka manusia seyogyanya mampu untuk lebih memahami Islam seutuhnya. Pemahaman utuh tersebut akan menghasilkan manusia yang unggul dan berakhlak mulia. Upaya menjaga orbit manusia tersebut bisa dilatih setiap saat. Setiap manusia yang mampu menjaga terus orbit atas dan orbit bawahnya secara seimbang dan tegak lurus akan mampu mendayagunakan seluruh potensi Akal-Budinya. Latihan intensif juga bisa mendeteksi adanya infiltrasi iblis/ syaitan yang selalu berupaya menyesatkan manusia.
Infiltrasi tersebut bisa terjadi melalui orbit bawah maupun orbit atas. Gangguan terhadap orbit bawah tersebut terjadi karena manusia berasal dari tanah yang juga mengandung api (sebagai unsur utama iblis/ syaitan). Sedangkan gangguan terhadap orbit atas bisa terjadi karena manusia sering melamun atau hal-hal lain yang menyebabkan orbit atasnya berputar tidak beraturan sehingga iblis/syaitan bisa masuk.
Latihan menjaga orbit tersebut efektif pula memperbaiki kualitas ibadah manusia, sehingga bisa menjalankan ibadah dengan ikhlas dan khusyuk. Manfaat latihan orbit tersebut sungguh luar biasa.