13. TAHAN TERHADAP COBAAN
Esensi keimanan dan ketakwaan adalah pengujian atau cobaan, seperti telah dibahas dalam Bab 6. Setiap manusia yang beriman akan selalu diuji oleh Allah dengan berbagai cobaan: dari yang ringan sampai yang paling berat. Semakin tinggi ketakwaan seseorang, makin besar cobaan yang harus dia terima. Apapun bentuk cobaan atau musibah diyakini berasal dari Allah untuk menguji kesabaran dan ketakwaan manusia sehingga harus diambil hikmahnya, Surat (2) Al Baqarah ayat 177: Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Bagi umat Islam, cobaan harus diterima dengan sabar, shalat, dan bertawakal. Bukankah Allah telah berjanji dalam Surat (94) Al Insyirah ayat 5: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan"? Dengan dasar filosofis seperti itu, manusia dengan kecerdasan transendental tinggi akan menjadi figur-figur mulia: tahan terhadap cobaan maupun stres sekaligus berhasil meningkatkan kualitas ketakwaan dari setiap cobaan yang dilaluinya.
Tahan terhadap cobaan berarti tahan dalam menghadapi kepedihan hidup dan beradaptasi terhadap situasi apapun. Kepedihan hidup, cobaan, dan musibah tidak akan menenggelamkan dirinya. Semua itu tidak akan membuatnya berputus asa. Ia menghadapi kesulitan dengan sabar, sikap optimistis, dan hati yang ikhlas. Hal ini membuat manusia semacam ini mampu menghadapi cobaan apapun dengan tetap berpegang teguh pada risalah-Nya.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk; yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan kembali kepada-Nya...Surat (2) Al Baqarah ayat 45-46.
Allah sangat menyayangi orang yang sabar di dalam mendapatkan keridhaan-Nya, Surat (13) Ar Ra'd ayat 22: Dan orangorang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).
Di bagian lain, Allah berfirman dalam Surat (41) Fushshilat ayat 35: Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
14. SELALU MENSYUKURI NIKMAT
Allah telah mewajibkan umat-Nya untuk selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikanNya. Betapapun sulitnya kehidupan, tetap banyak hal yang harus disyukuri. Bukan saja pada saat kita lapang, tetapi juga dalam keadaan sempit sekalipun. Ketika kita tidak punya uang, tetapi keluarga semuanya sehat, itu pun harus disyukuri. Saat kemiskinan mendera, tetapi anak kita berhasil dalam sekolahnya, itu harus disyukuri. Saat tidak punya uang atau bahan makanan, tetapi Allah melimpahkan kekuatan fisik yang luar biasa, itupun wajib disyukuri.
Dengan terus bersyukur, manusia akan memperoleh kekuatan besar untuk menjalani kehidupan - betapapun beratnya - dengan damai dan optimistis. Manusia dianjurkan untuk tidak selalu "melihat ke atas" yang menyebabkan kita merasa terus kekurangan dan ketinggalan serta tidak pernah bersyukur. Namun lebih banyaklah "melihat ke bawah", yakni memperhatikan orang-orang yang lebih susah dari kita.
Bagi orang-orang yang memiliki kecerdasan transendental yang tinggi, cobaan pun harus disyukuri karena itu berarti Allah masih sayang dengan kita. Bagaimana jadinya kalau semuanya dimudahkan Allah sehingga kita lupa terhadap Yang Maha Pencipta karena keenakan?
Banyak sekali yang harus kita syukuri, karena nikmat Allah kepada kita tidak terhitung banyaknya, Surat (16) An Nahl ayat 18: Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.